“Dari Abu Ayub Al Anshari,
beliau berkata, seorang berkata,”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan
yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,
Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab,
“Menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat,
menunaikan zakat dan bersilaturahmi.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
****
Silaturahmi adalah ketaatan dan amalan yang
mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala, serta tanda takutnya seorang
hamba kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka
takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS Arra’d 13:21).
****
Silaturahmi
merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin
hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu
untuk melaksanakan amal shalih ini. Demikian banyak dan mudahnya alat
transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin
bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu kebutuhan yang dituntut
fitrah manusia? Karena dapat menyempurnakan rasa cinta dan interaksi sosial
antar umat manusia. Silaturahmi juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan
serta ketinggian akhlak seseorang.
Silaturahim termasuk akhlak yang mulia.
Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan untuk tidak memutuskannya.
Allah Ta’ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali
silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia. Allah Ta’ala
memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara
firmanNya,
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya
telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad 47:22-23).
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’
4:1).
Juga sabda Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam ,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka
hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”
Abu Daud
dalam Sunannya, kitab Az Zakat, Bab Fi Shilaturrahmi no. 1693, dengan lafadz,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”
****
Hadits yang agung ini memberikan
salah satu gambaran tentang keutamaan silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur
pelakunya dan dilapangkan rizkinya.
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat
(pula) memajukannya.” (QS Al A’raf:
34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini
sangatlah banyak. Di antaranya,
Pertama. Yang
dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan
ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat,
serta terjaga dari kesia-siaan.
Kedua. Berkaitan
dengan ilmu yang ada pada malaikat yang terdapat di Lauh Mahfudz dan
semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun.
Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40
tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi padanya (apakah ia akan
menyambung silaturahim ataukah tidak). Inilah makna firman Allah Ta’ala ,
يَمْحُو اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (QS Ar Ra’d:39).
Dan yang ketiga. Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat
dan dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang diceritakan
oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam. [Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/114)]
****
Demikian pula Syaikhul Islam berkomentar
tentang permasalahan ini dengan pernyataan beliau :
Adapun firman Allah Ta’ala ,
Adapun firman Allah Ta’ala ,
وَمَايُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلاَيُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ …..
Arinya: “Dan sekali-kali tidak diperpanjang umur seorang yang berumur
panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya…… ” (QS Fathir:11).
Shahihain dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”
Jawaban yang benar ialah : Bahwa Allah telah
menetapkan ajal hamba dalam catatan malaikat. Apabila ia menyambung
silaturahim, maka akan ditambahkan pada apa yang tertulis dalam catatan
malaikat tersebut. Jika ia melakukan amalan yang menyebabkan umurnya berkurang,
maka akan dikurangkan dari apa yang telah tertulis tersebut. Pandangan ini berdasarkan
apa yang ada dalam Sunan Tirmidzi dan lainnya dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam , beliau bersabda,
أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالََ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُُّوْنَ سَنَةً قَالُوْا قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ قَالَ النَّبِيِّ : فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهَُوَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ
Artinya: “Sesungguhnya Adam ketika
meminta kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari
keturunannya, maka Allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang
laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya,”Ya Rabbi, siapakah ini?” Allah
menjawab,”Anakmu, Daud.” Lalu beliau bertanya lagi,”Berapa umurnya?”
Dijawab,”Umurnya 40 tahun” , beliau bertanya lagi,”Berapa umur saya?”
Dijawab,”Seribu tahun”, Adam berkata,”Saya berikan enam puluh tahun umur saya
kepadanya.” Maka ditulis atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat.
Sehingga ketika akan meninggal dia berkata,”Umur saya masih tersisa enam puluh
tahun.” Malaikat menjawab,”Kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Lalu
Adam mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi Shallallahu’Alaihi
Wasallam bersabda, “Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat)
lupa. Dan Adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat)
mengingkari.” ” [Riwayat
Tirmidzi dalam tafsir Surat Al A’raf dan dia berkata,”Hadits ini hasan gharib
dari jalan ini (11/196). Berkata Al Arnauth dalamJami’ul Ushul (2/141). Diriwayatkan oleh Al Hakim, dan
beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz Dzahabi. Syeikh Al Albani
menshahihkannya dalam Shahihul Jami' No. 5209]
****
Berkata di tempat lain :
Ajal itu ada dua. Ajal mutlak dan ajal muqayyad. Dengan ini maka jelaslah makna sabda NabiShallallahu’alaihi Wasallam ,
Ajal itu ada dua. Ajal mutlak dan ajal muqayyad. Dengan ini maka jelaslah makna sabda NabiShallallahu’alaihi Wasallam ,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturrahim.”
Karena Allah memerintahkan malaikat untuk
menulis ajal seseorang, kemudian berfirman (yang artinya),“Apabila dia menyambungkan
silaturahmi, maka tambah sekian dan sekian.” Dan malaikat tidak mengetahui, apakah akan ditambahkan ataukah
tidak. Sedangkan Allah mengetahui apa yang akan terjadi. Sehingga apabila
datang waktunya, maka tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan.[Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (8/517)]
****
Demikianlah yang
diisyaratkan oleh firman Allah,
يَمْحُو اللهُ مَايَشآءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya-lah tedapat
Ummul Kitab (Lauh Mahfudz).” (QS Ar Ra’d:39).
Demikianlah
sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun dari kita yang ingin
melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat buruk dan adzab pedih
yang Allah Ta’ala siapkan bagi orang yang memutus tali silaturahim. Karenanya,
orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan diri menyambung
silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman mereka. Sedangkan pada
zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana transportasi dan komunikasi,
semestinya membuat kita lebih aktif melakukan silaturahim. Kemudahan yang Allah
Ta’ala berikan kepada kita tersebut, hendaknya dipergunakan untuk silaturahim.
Mungkin salah seorang dari kita melakukan perjalanan ke negeri yang jauh untuk
wisata, akan tetapi dia merasa berat untuk mengunjungi salah seorang kerabatnya
yang masih satu kota dengannya -kalau tidak saya katakan satu daerah dengannya-
padahal paling tidak hubungan tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan
salam. Apa beratnya mempergunakan telepon untuk menghubungi salah satu kerabat
kita dan mengucapkan salam kepadanya?
Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
Artinya: “Sambunglah keluargamu meskipun
dengan salam.” [Riwayat Al
Bazzar, Ath Thabrani dan Al Baihaqi. Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir,
“Berkata Al-Bukhari,’Semua jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan
(3/207)’.” Al Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami' no. 2838]
Mungkin ada yang mengatakan, di antara
penyebab terputusnya silaturahmi ialah banyaknya kesibukan manusia pada hari
ini dan keluasan wilayah. Tetapi orang yang memperhatikan keadaan semisal Abu
Bakar dan Umar Al Faruq Radhiyallahu’anhuma . Pada masa pemerintahannya, meskipun banyak
beban yang harus dipikul di pundak mereka dan belum lengkapnya sarana
transformasi dan komunikasi modern, akan tetapi mereka tetap memiliki waktu
untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu tetangganya. Sedangkan diri kita
sering mengunjugi dan bercengkrama dengan sahabat-sahabat, tetapi tidak pernah
memasukkan ke dalam agenda kegiatan untuk berkunjung ke salah satu kerabat,
meskipun satu kali dalam sebulan.
Tampaknya sebab utama yang menghalangi kita
bersilaturahim, karena buruknya pengaturan dan manajemen waktu. Atau karena
kita kurang begitu mengerti besarnya dosa memutus silaturahim. Kemudian dengan
kesibukan yang berlebihan dalam kehidupan dunia,. hingga kita mendapati
seseorang bekerja pada pagi hari. Setelah itu menyibukkan diri dengan pekerjaan
lain pada sisa harinya. Padahal sudah berkecukupan dalam hal rizki. Lantas,
mengabaikan hak-hak keluarga, anak-anak, kedua orang tua dan kerabatnya.
Maka sepatutnyalah engkau, wahai saudaraku
muslim. Hendaklah bersemangat memanjangkan umurmu dengan bersilaturahim.
Ketahuilah, barangsiapa yang menyambungnya, niscaya Allah Ta’ala akan
berhubungan dengannya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Allah pun akan
memutuskan hubungan dengannya. [Untuk tambahan, lihat kitab Al Adab Asy Syar’iyyah Wal Minah Al Mur’iyyah, oleh Ibnu Muflih, Juz 1 dan kitab Shilaturrahim Fadluha Ahkamuha Itsmu Qathi’iha, oleh Syaikh Muhammad Thabl dan Ibrahim
Muhammad]
Mudah-mudahan risalah ini dapat mendorong
kita semua untuk bersilaturahmi
Lengkap yuk, ay makin seru bae ni ceritonyo ;)
BalasHapusMecaknyo ado penampakan aku yo digambar pertamo, bedamping dengan Ammah Evi, syukurnyo samar-samar ;)
hahahahha..... iyo nian, maklumlah suasana disano gelep pas di foto, itu b sdh hasil editan biar diterangi tp masih ttp b kabur ye..
BalasHapusyour article is this very helpful thanks for sharing...:)
BalasHapus